Rabu, 20 Januari 2016

Pengalaman Praktek di BPM Bidan S

"Light in a first step to feeling better"



Assalamualaikum... saya Lia Ambarwati Mahasiswa Akbid Bina Husada Tangerang, saya ingin menceritakan pengalaman praktek saya yang ke 2 di BPM Bd. Suryanti Am.Keb yang dibimbing oleh dosen saya Iis Sumiyati SST. Mkes.saya praktek selama 3 minggu, Pada praktek ini saya mendapatkan pengalaman yang sangat banyak dan pertama membantu menolong persalinan karena pada praktek yang pertama saya mendapat pengalaman Praktek Di Rumah sakit Umum Tangerang tentang kebutuhan dasar seperti merawat luka DM dan yang lainya. Disana bd. Suryanti memiliki 4 asisten yaitu kak lilik, kak lilis, kak eti dan kak isma mereka sangat baik disana, selalu mengajarkan saya dari berbagai hal mereka bidan yang profesional.
Disana pasien sangat banyak yaitu imunisasi, Keluarga Berencana, ANC, persalinan, dan nifas. Dan disini saya mendapat ilmu yang sebelumnya saya belum tahu menjadi tahu. Namun ada juga teori yang tidak sesuai dengan praktek. Dan yang paling banyak di tempat saya praktek pasien yang bersalin, imunisasi dan Keluarga Berencana.
Selain itu, saya mendapatkan ilmu yang tidak kalah penting yaitu pasien hamil. Kadang kita merasa senang saat melakukan pemeriksaan dengan benar. Dari ini saya bisa mendapat kepercayaan untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya. Dan banyak pasien yang berobat, Dan ilmu lain yang belum saya tau sebelumnya yaitu pemasangan alat kontrasepsi IUD, bidan suryanti juga mengajarkan pengalaman yang sangat banyak yaitu sopan santun terhadap pasien harus dijaga, harus banyak senyum terhadap pasien, ilmu pun banyak ia kasih kepada saya.
Pada saat saya shif malam ada pasien melahirkan 2 orang dan datang bersamaan pukul 11:00 wib malam dan pada saat itu saya periksa pasien Ny. I dengan pembukan 6 dan pasien Ny.U diperiksa oleh asisten bidan dengan pembukaan 7. Dan saya melakukan observasi pasien setiap 2 jam sekali. Dan pada saat pukul 02.00 wib pasien bersamaan dengan pembukaan lengkap. Dan pada waktu yang sama bayi itu lahir. Kami sangat repot pada saat menolong persalinan. Tapi alhamdulillah semua berjalan dengan lancar kondi ibu dan bayi sangat baik tidak ada komplikasi. Dan banyak berbagai pengalaman yang saya dapatkan dan menjadi bekal saya kedepan, dan saya harus banyak lagi belajar karena ilmu diluar sangat banyak dan bermanfaat. inilah pengalaman saya pada waktu praktik kebidanan yang kedua selama 3 minngu. Terimakasih J



Minggu, 01 November 2015

MENDETEKSI KOMPLIKASI & PENYULIT PERSALINAN KALA II DISTOSIA BAHU

MENDETEKSI KOMPLIKASI & PENYULIT PERSALINAN KALA II
DISTOSIA BAHU
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7ADK5faD_UncaYEd0ezHFbzGxaGDE745uTfnZ5qPnr0McaAEVammQOJ3A3QMmdclRPU3Uqa4Qak2ZuvnRLihSFV_Jbx_RXIs-9uyQ8GklpdokTJIJAnb5jjNSjRAoJA3NZPF_tHswTbE/s1600/image%5B2%5D.png

1.      Pengertian
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi1. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Distosia bahu merupakan kegawatdaruratan obstetrik karena terbatasnya waktu persalinan terjadi trauma janin, dan komplikasi ibu2.
distosia bahu adalah jarang dan sebagian besar event, tak terduga dengan morbilitas potensial serius bagi ibu dan bayi, terutama kebidanan cedera pleksus brakialis, yang dapat diperburuk oleh pelatihan management. Pantas untuk bahu distosia telah ditunjukan untuk meningkatkan manajemen dari stimulasi dystosia3.
Sekalipun kejadiannya sangat jarang, tetapi morbilitas dan mortalitas tinggi karena waktu untuk persalinan bahu sangat singkat, yaitu :
·         Waktu yang tersedia hanya 6-8 menit;
·         Pemaksaan pesalinan dapat berakibat fatal karena persendian tulang leher yang lemah;
·         Gangguan puast vital janin di medula oblongata6;

2.      Tanda-tanda distosia bahu
a.       Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
b.      Kesulitan melahirkan wajah dan dagu
c.       Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali (turtle sign)
d.      Kegagagalan turunnya bahu4.

3.      Faktor prediposisi
Ø  Waspadai terjadinya distosia bahu pada persalinan beresiko :
Antepartum
Intrapartum
·         Riwayat  distosia bahu sebelumnya
·         Diabetes melitus
·         IMT >30 kg/m2
·         Induksi persalinan
·         Kala I persalinan memanjang
·         Secondary arrest
·         Kala II persalinan memanjang
·         Augmentasi oksitosin
·         Persalinan pervaginam yang ditong
Ø  Identifikasi dan obat diabetes pada ibu. Tawarkan persalinan elektif dengan induksi maupun seksio sesarea pada ibu dengan deabetes yang usia kehamilannya mencapai 38 minggu dn bayinya tumbuh normal.
Ø  Selalu bersiap selalu bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu.
Ø  Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cedera pada janin4.
Ø  Kehamilan pada ibu gemuk.
Ø  Kehamilan serotinus.
Ø  Kehamilan dengan diabetes melitus.
Ø  Perjalanan turunya kepala terlambat.
Ø  Kehamilan dengan bayi besar6.

4.      Komplikasi
Ø  Komplikasi distosia bahu pada janin adalah :
1.      Faktur tulang (klavikula dan humerus)
2.      Cedera pleksus brakhialis
3.      Hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan peremaenen diotak
4.      Dislokasi tulang serfikalis yang patal juga dapat terjadi akibat melakukan tarikan dan putaran pada kepala dan leher1.
5.      Terjadi peningkatan insidensi kesakitan dan kematian inpartum. Pada saat persalinan melahirkan bahu beresiko anoksia ( tidak ada oksigen sama sekali ) sehingga dapat mengakibatkan kerusakan otak5.
Ø  Komplikasi distosia bahu pada ibu :
1.      Laserasi daerah perineum dan vagina yang luas.
2.      Gangguan psikologi sebagai dampak dari pengalaman persalinan traumatic.
3.      Depresi jika cacat atau meninggal5.
4.      Antonia uteri




5.    Faktor resiko
Pada periode antenatal, faktor resiko distosia bahu anatara lain kehamilan lebih bulan, paritas tinggi, usia lebih dari 35 tahun, dan obesitas ( berat badan lebih dari 90 kg saat kelahiran ), hasil USG mengindikasi adanya makrosomia/janin besar. Dengan ditemukannya diameter biakromial pada bahu lebih besar daripada diameter kepala, ibu dengan diabetes maternal dan diabetes gestasional. Pada periode persalinan, faktor resiko yang secara konsisten berkaitan dengan distosia bahu meliputi augmentasi oksitosin, persalinan lama, kala dua lama, dan kelahiran operatif 7.
Faktor risiko utama didokumentasikan oleh kebanyakan studi termasuk makrosomia janin (yaitu berat lahir 4000 g), diabetes ibu dan persalinan operatif . Pasien Diabetes hampir lima kali lebih mungkin untuk memiliki distosia bahu, terutama karena tingkat yang lebih tinggi dari makrosomia janin, lebih besar bahu dan ekstremitas lingkar dan peningkatan lemak tubuh8.
Beberapa penelitian didokumentasikan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas perinatal bayi makrosomia yang lahir dari ibu dengan diabetes mellitus dibandingkan dengan bayi makrosomia ibu tanpa diabetes. Meskipun studi ini, prediksi akurat dari distosia bahu tetap mengelak. Sejak meningkatkan proporsi bayi dengan berat lebih dari 4000 g saat lahir, kejadian distosia bahu cenderung tumbuh, dan pencegahan akan mendapatkan sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk lebih menentukan kejadian, faktor obstetri dan hasil kehamilan distosia bahu8.

6.    Penatalaksanaan distosia bahu (APN , 2007)
1)      Mengenakan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril.
2)      Melakukan episiotomi secukupnya dengan didahului dengan anastesi lokal.
3)      Mengatur posisi ibu manuver MC Robert
a.       Pada posisi berbaring terlentang, minta ibu menarik lututnya sejauh mungkin kearah dadanya dan upayakan lurus.
b.      Lakukan penekanan kebawah dengan mantap diatas simfisis pubis untuk menggerakan bahu anterior diatas simfisis pubis. Tidak diperbolehkan mendorong fundus simfisis pubis. Tidak diperbolehkan mendorong fundus uteri, beresiko terjadinya ruptur uteri.
c.       Ganti posisi ibu dengan posisi merangkak dan kepala berada diatas
1)      Tekan keatas untuk melahirkan bahu depan
2)      Tekan kepala janin mantap kebawah untuk melahirkan bahu belakang7.
Tatalaksana khusus
Ø  Jika bayi masih belum dapat dilahirkan :
·         Buatlah episiotomi untum memberi ruangan yang cukup untuk memudahkan manuver internal.
·         Pakailah sarug tangan yang telah disesinfeksi tingkat tinggi, masukan tangan ke dalam vagina pada sisi bayi.
·         Lakukan penekanan di sisi posterior pada bahu posterior untuk mengaduksikan bahu dan mengecilkan diameter bahu.
·         Rotasikan bahu kediameter oblik untuk membebaskan distosia bahu.
·         Jika diperlukan, lakukan juga penekanan pada sisi posterior bahu anterior dan rotasikan bahu kediameter oblik4.
Ø  Jika bahu masih belum dapat dilahirkan seetelah dilakukan tidakan diatas.
·         Masukan tangan kedalam vagina.
·         Raih humerus dari lengan posterior, kemudian sembari menjaga lengan tetap fleksi pada siku, pindahkan lengan ke arah dada. Raih pergelangan tangan bayi dan tarik lurus ke arah vagina.
Manuver ini akan memberikan ruangan untuk bahu anterior agar dapat melewati bawah simfisis pubis.
Ø  Jika semua tindakan diatas tetap tidak dapat melahirkan bahu, terdapat manuver-manuver lain yang dapat dilakukan, misalnya kleidotemi, simfisiotomi, metode sling atau manuver zavanelli. Namun manuver-manuver ini hanya boleh dikerjakan oleh tenaga terlatih4.
Upaya pencegahan
Ø  Identifikasi dan obati diabetes pada ibu. Tawarkan persalinan elektif dengan induksi maupun seksio sesarea pada ibu dengan diabetes yang usia kehamilannya mencapai 38 minggu dan bayinya tumbuh normal.
Ø  Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu.
Ø  Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cedera pada janin4.









Daftar pustaka
1.      Chauh SP, Cristian B, Gherman RB, Magann EF, Kaluser Ck, Morrison JC. Shoulder dystocia eithout versus with brachial plexus injury : A case control study. Mat Fetal Neona Med. 2007 april;20(4):313-7
2.      Josep HK, Nugroho MS. Catatan Kuliah Obstetri dan Ginekologi (Obsgyn). Jakarta: Nuha Medika, 2011; p. 247-8.
3.      TJ Draycott, JF Crofts, JP Ash, LV Wilson… - Obstetrics & …, 2008 - journals.lww.com
4.      Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan : 2013
5.      Indrayani, dkk. 2012. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta : TIM.
6.      Manuaba, Ida Bagus Gde. 2003. Penuntun kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:EGC
7.      Damayanti, Ika Putri. Dkk. 2014. Buku Ajar asuhan Kebidanan Komprehensip pada Ibu Bersalin dan Bayi Baru lahir. Yogyakarta:Deepublish
8.      E Sheiner, A Levy, R Hershkovitz, M Hallak… - … Journal of Obstetrics & …, 2006 - Elsevier